Jumat, 05 September 2014

Pelik kehidupan di Yogyakarta

Ini cerita tentang pengalaman ane waktu pertama kali tiba di Jogja, Djogja, Yogyakarta buat nuntut ilmu di salah satu Perguruan Tinggi Negeri. Itung-itung sambil buat tugas sekaligus refleksi diri ngejar ambisi buat latihan nulis gitu. Meskipun rada gimana-gimana paling nggak ini awalnya berberapa tahun kedepan 0lewat blog ini  bisa dibandingin deh mana ane yang ingusan dan bisa nata pikiran kedepan. oke next langsung aja cekidot.


Pelik kehidupan di Yogyakarta
Menjadi mahasiswa aku anggap sebagai suatu tuntutan, namun juga status sosial. Pasalnya orang tuaku menginginkan anak-anaknya menuntut ilmu setinggi mugkin. Bukan hanya itu saja agamapun menganjurkan umatnya untuk menuntut ilmu. Karna dengan menuntut ilmu manusia akan diangkat derajatnya (baca Q.S Al Mujadalah :11). Terlepas dari hal itu semua , inilah kisahku. Seorang mahasiswa baru di salah satu perguruan tinggi negeri Yogyakarta.
Suara azan subuh pagi itu terdengar samar-samar dan lebih merdu dari biasanya. Mungkin hanya perasaanku saja yang terbawa oleh suasana perpisahan. Aku tersadar, ini tanggal 17 Agustus 2014, tanggal yang tidak hanya bersejarah bagi Indonesia, namun juga bersejarah bagiku. Segera ku ambil air wudu dan kuputuskan untuk salat sendiri di rumah. Setelah salat kuperiksa checklist barang bawaan yang telah kupersiapkan semalam untuk antisipasi kalau-kalau ada barang yang tertinggal sebelum akhirnya mandi dan kemudian makan pagi.
Pagi itu, mentari telah menyelinap masuk melalui sela-sela ventilasi di ruang tamu seakan-akan siap menyambutku di alam luar sana. Ku buka pintu depan dan kukeluarkan sepeda motor untuk dipanasi. Kali ini aku dibuat takjub dengan pemandangan yang hampir tidak biasa. Desaku ini, bila digambar akan sama persis dengan gambaran yang dibuat saat aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Pemandangan persawahan yang di tumbuhi tanaman padi yang telah menguning, bukit-bukit yang mengelilingi desa dan dengan dua gunung Sindoro Sumbing serta lengkap dengan sinar mentari yang mengintip di kejauahan sana.
Alam yang sungguh indah luar biasa kaya raya. Masih dalam lamunan, tiba-tiba aku di kagetkan dengan kedatangan Malik, Sahabatku. Ia inilah yang akan menemani perjalananku, karena kebetulan ia juga telah diterima di salah satu perguruan tinggi Yogyakarta. “Wuiih, matahari 17 Agustus,” ucapnya sambil menepuk pundakku. “Iya lik, perjalanan kita ke Jogja nanti awal dari kisah panjang dan awal dari sebuah perjuangan, bagai Indonesia meraih kata merdeka,” ucapku meyakinkan diri. “Semoga saja demikian il, hidup itu tuntutan, entah akan dibawa kemana arah jalan hidup ini, ya kita yang menentukan,” terangnya dengan gaya khas Mario Teguh. “Super sekali sahabat,” ledekku dengan cengengesan. “Ayo lik kita persiapan, Yogyakarta sudah menanti.” “Ayo,” jawab seadanya. Setelah itu kami berpamitan dengan orang tuaku. Seperti selayaknya orang tua, akupun diberi wejangan singkat. Dan perpisahan itu ku akhiri dengan mencium tangan orang tuaku.
Berat rasanya jauh dari keluarga apalagi dituntut untuk beradapatsi di lingkungan baru. Paling tidak inilah yang aku rasakan saat kali pertama menginjakkan kaki di Yogykarta. Mulai dari hawa panasnya, jalan bagai labirin, polusi dan macet dimana-mana, hingga merasa tak betah berlama-lama di Jogja. Pernah ada satu kejadian yang membuat aku jengkel, ban sepeda motorku bocor dua kali dalam satu hari. Padahal ban sepeda motorku masih terbilang baru. Namun semua itu sirna dengan sendirinya. Keakraban mulai aku rasakan, dari masyarakatnya yang penuh dengan etika sampai terbiasa dengan masakannya.
Menjadi mahasiswa baru tentunya tidak lepas dari kegiatan orientasi pengenalan akademik atau yang biasa dikenal dengan ospek. Dengan segala macam tingkat keanehan namun masih dalam batas wajar ospek yang berlangsung selama 3 hari itu kadang membuat aku jengkel dengan berbagai tingkah laku para senior yang masuk kedalam kepanitiaan, terkadang pula membuat aku kagum dengan apa yang ada di perguruan tinggi.
Meskipun tidak mengenai sasaran secara tepat mengenai tujuan diselenggarakannya ospek, karena ada beberapa hal yang sedikit melenceng. Namun aku tetap salut dengan kerja keras para panitia. Terlepas dari hal itu, prosesi sebagai mahasiswa baru, ternyata belum berakhir. Kami masih dihadapkan dengan program sosialisasi pembelajaran (sospem).
Dalam kegiatan ini kami diberi gambaran, arahan, bimbingan dan kiat-kiat menjadi mahasiswa yang baik. Hingga mulailah masa-masa perkuliahan dimana baru pertama kali tatap muka dengan dosen kami langsung mendapatkan tugas pemanasan mengenai mata kuliah yang di ampu oleh masing-masing dosen. Meskipun agak menyusahkan, tapi ini merupakan bagian dari awal perjuangan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar